Latar
belakang
Kondisi
perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang
sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring
pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga
2009.Terbukti, perekonomian Indonesia mampu bertahan dari ancaman pengaruh
krisis ekonomi dan finansial yang terjadi di zona Eropa. Kinerja perekonomian
Indonesia akan terus bertambah baik, tapi harus disesuaikan dengan kondisi
global yang sedang bergejolak. Ekonomi Indonesia akan terus berkembang, apalagi
pasar finansial, walaupun sempat terpengaruh krisis, tetapi telah membuktikan
mampu bertahan. Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif
terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia.Pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berhasil mendobrak dan menjadi katarsis
terhadap kebuntuan tersebut.Korupsi dan kemiskinan tetap menjadi masalah di
Indonesia.Namun setelah beberapa tahun berada dalam kepemimpinan nasional yang
tidak menentu, SBY telah berhasil menciptakan kestabilan politik dan ekonomi di
Indonesia.
Salah
satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya
kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan
pengurangan utang Negara.Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir
membawa perubahan yang signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia.
Namun masalah-masalah besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan
makroekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara
menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan
kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat,
masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Kesimpulan
yang dapat ditarik adalah bahwa Indonesia masih memerlukan banyak perbaikan.
Namun apa yang telah dicapai selama ini merupakan hasil dari visi dan
perencanaan pemerintahan SBY. Dapat dibayangkan hal-hal lain yang akan terjadi
dalam pemerintahan yang akan berjalan untuk beberapa tahun ke depan lagi.
I.
Kondisi Perekonomian Semasa Pemerintahan SBY
Kondisi perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan
SBY mengalami perkembangan yang sangat baik.Pertumbuhan ekonomi Indonesia
tumbuh pesat di tahun 2010, seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global
yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.Terbukti, perekonomian Indonesia mampu
bertahan dari ancaman pengaruh krisis ekonomi dan finansial yang terjadi di
zona Eropa. Kinerja perekonomian Indonesia akan terus bertambah baik, tapi
harus disesuaikan dengan kondisi global yang sedang bergejolak. Ekonomi Indonesia
akan terus berkembang, apalagi pasar finansial, walaupun sempat terpengaruh
krisis, tetapi telah membuktikan mampu bertahan.
Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak
positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia.Pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berhasil mendobrak dan menjadi katarsis
terhadap kebuntuan tersebut.Korupsi dan kemiskinan tetap menjadi masalah di
Indonesia.Namun setelah beberapa tahun berada dalam kepemimpinan nasional yang
tidak menentu, SBY telah berhasil menciptakan kestabilan politik dan ekonomi di
Indonesia.
Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian
Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin
fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara. Perkembangan yang terjadi
dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap persepsi
dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap ada.
Pertama, pertumbuhan makro ekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan
masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas
ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki
pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di
bawah garis kemiskinan.
Pada
pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara
Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan
langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan
sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan
menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara
Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam
perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus Bank Century yang sampai
saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya 93 miliar untuk
menyelesaikan kasus Bank Century ini.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan
ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6 persen pada 2010 dan meningkat menjadi
6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian prospek ekonomi Indonesia akan lebih
baik dari perkiraan semula.Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan
ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6 persen pada 2010 dan meningkat menjadi
6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian prospek ekonomi Indonesia akan lebih
baik dari perkiraan semula.
Tingkat pertumbuhan
ekonomi periode 2005-2007 yang dikelola pemerintahan SBY-JK relatif lebih baik
dibanding pemerintahan selama era reformasi dan rata-rata pemerintahan Soeharto
(1990-1997) yang pertumbuhan ekonominya sekitar 5%.Tetapi, dibanding kinerja
Soeharto selama 32 tahun yang pertumbuhan ekonominya sekitar 7%, kinerja
pertumbuhan ekonomi SBY-JK masih perlu peningkatan. Pertumbuhan ekonomi era
Soeharto tertinggi terjadi pada tahun 1980 dengan angka 9,9%. Rata-rata
pertumbuhan ekonomi pemerintahan SBY-JK selama lima tahun menjadi 6,4%, angka
yang mendekati target 6,6%
Kebijakan menaikkan
harga BBM 1 Oktober 2005, dan sebelumnya Maret 2005, ternyata berimbas pada
situasi perekonomian tahun-tahun berikutnya.Pemerintahan SBY-JK memang harus
menaikkan harga BBM dalam menghadapi tekanan APBN yang makin berat karena
lonjakan harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM tersebut telah mendorong
tingkat inflasi Oktober 2005 mencapai 8,7% (MoM) yang merupakan puncak tingkat
inflasi bulanan selama tahun 2005 dan akhirnya ditutup dengan angka 17,1% per
Desember 30, 2005 (YoY). Penyumbang inflasi terbesar adalah kenaikan biaya
transportasi lebih 40% dan harga bahan makanan 18%.Core inflation pun
naik menjadi 9,4%, yang menunjukkan kebijakan Bank Indonesia (BI) sebagai
pemegang otoritas moneter menjadi tidak sepenuhnya efektif. Inflasi yang
mencapai dua digit ini jauh melampaui angka target inflasi APBNP II tahun 2005
sebesar 8,6%. Inflasi sampai bulan Februari 2006 (YoY) masih amat tinggi
17,92%, bandingkan dengan Februari 2005 (YoY) 7,15% atau Februari 2004 (YoY)
yang hanya 4,6%.
Efek inflasi tahun
2005 cukup berpengaruh terhadap tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), yang menjadi referensi suku bunga simpanan di dunia perbankan.
Data Harga Bahan
Bakar Minyak 2004 vs 2009 (Naik)
Harga
|
2004
|
2009
|
Catatan
|
Minyak Mentah Dunia
/ barel
|
~ USD 40
|
~ USD 45
|
Harga hampir sama
|
Premium
|
Rp 1810
|
Rp 4500
|
Naik 249%
|
Minyak Solar
|
Rp 1890
|
Rp 4500
|
Naik 238%
|
Minyak Tanah
|
Rp 700
|
Rp 2500
|
Naik 370%
|
Dengan kondisi harga
minyak yang sudah turun dibawah USD 50 per barel, namun harga jual premium yang
masih Rp 4500 per liter (sedangkan harga ekonomis ~Rp 3800 per liter).Maka
sangat ironis bahwa dalam kemiskinan, para supir angkot harus mensubsidi setiap
liter premium yang dibelinya kepada pemerintah.Sungguh ironis ditengah
kelangkaan minyak tanah, para nelayan turut mensubsidi setiap liter solar yang
dibelinya kepada pemerintah.Dalam kesulitan ekonomi global, pemerintah bahkan
memperoleh keuntungan Rp 1 triluin dari penjualan premium dan solar kepada
rakyatnya sendiri.Inilah sejarah yang tidak dapat dilupakan.Selama lebih 60
tahun merdeka, pemerintah selalu membantu rakyat miskin dengan menjual harga
minyak yang lebih ekonomis (dan rendah), namun sekarang sudah tidak lagi
rakyatlah yang mensubsidi pemerintah.
Berdasarkan janji
kampanye dan usaha untuk merealisasikan kesejahteraan rakyat, pemerintah SBY-JK
selama 4 tahun belum mampu memenuhi target janjinya yakni pertumbuhan ekonomi
rata-rata di atas 6.6%. Sampai tahun 2008, pemerintah SBY-JK hanya mampu meningkatkan
pertumbuhan rata-rata 5.9% padahal harga barang dan jasa (inflasi) naik di atas
10.3%.Ini menandakan secara ekonomi makro, pemerintah gagal mensejahterakan
rakyat.Tidak ada prestasi yang patut diiklankan oleh Demokrat di bidang
ekonomi.
Tingkat Inflasi
2004-2009 (Naik)
Secara umum setiap
tahun inflasi akan naik. Namun, pemerintah akan dikatakan berhasil secara makro
ekonomi jika tingkat inflasi dibawah angka pertumbuhan ekonomi. Dan faktanya
adalah inflasi selama 4 tahun 2 kali lebih besar dari pertumbuhan
ekonomi.
Selama 4 tahun
pemerintahan, Demokrat yang terus mendukung SBY tidak mampu mengendalikan harga
barang dan jasa sesuai dengan janji yang tertuang dalam kampanye dan RPM
yakni rata-rata mengalami inflasi 5.4% (2004-2009) atau 4.9% (2004-2008).
Fakta yang terjadi adalah harga barang dan jasa meroket dengan tingkat inflasi
rata-rata 10.3% selama periode 2004-2008. Kenaikan harga barang dan jasa
melebihi 200% dari target semula.
Jumlah Penduduk Miskin
Sasaran pertama
adalah pengurangan kemiskinan dan pengangguran dengan target berkurangnya
persentase penduduk tergolong miskin dari 16,6 persen pada
tahun 2004 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009 dan
berkurangnya pengangguran terbuka dari 9,5 persen pada
tahun 2003 menjadi 5,1 persen pada tahun 2009.
Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mencatat,
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla memperbesar utang dalam
jumlah sangat besar.Posisi utang tersebut merupakan utang terbesar sepanjang
sejarah RI.
Berdasarkan catatan
koalisi, utang pemerintah sampai Januari 2009 meningkat 31 persen dalam lima
tahun terakhir. Posisi utang pada Desember 2003 sebesar Rp 1.275 triliun.
Adapun posisi utang Januari 2009 sebesar Rp 1.667 triliun atau naik Rp 392
triliun. Apabila pada tahun 2004, utang per kapita Indonesia Rp 5,8 juta per
kepala, pada Februari 2009 utang per kapita menjadi Rp 7,7 juta per kepala.
Memerhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, koalisi
menilai rezim sekarang ini adalah rezim anti-subsidi.Hal itu dibuktikan dengan
turunnya secara drastis subsidi. Pada tahun 2004 jumah subsidi masih sebesar
6,3 persen dari produk domestik bruto. Namun, sampai 2009, jumlah subsidi untuk
kepentingan rakyat tinggal 0,3 persen dari PDB.Koalisi Organisasi
Masyarakat Sipil mencatat, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf
Kalla memperbesar utang dalam jumlah sangat besar.Posisi utang tersebut
merupakan utang terbesar sepanjang sejarah RI.
Pendidikan merupakan
hal mendasar.Pendidikanlah yang menentukan kualitas sumber daya manusia.Kebijakan
dalam bidang pendidikan diterapkan oleh kepemimpinan SBY.Beberapa diantaranya
adalah meningkatkan anggaran pendidikan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
Meneruskan dan mengefektifkan program rehabilitasi gedung sekolah yang sudah
dimulai pada periode 2004-2009, sehingga terbangun fasilitas pendidikan yang
memadai dan bermutu dengan memperbaiki dan menambah prasarana fisik sekolah,
serta penggunaan teknologi informatika dalam proses pengajaran yang akan
menunjang proses belajar dan mengajar agar lebih efektif dan berkualitas.
Pemanfaatan alokasi
anggaran minimal 20 persen dari APBN untuk memastikan pemantapan pendidikan
gratis dan terjangkau untuk pendidikan dasar 9 tahun dan dilanjutkan secara
bertahap pada tingkatan pendidikan lanjutan di tingkat SMA.Perbaikan secara
fundamental kualitas kurikulum dan penyediaan buku-buku yang berkualitas agar
makin mencerdaskan siswa dan membentuk karakter siswa yang beriman, berilmu,
kreatif, inovatif, jujur, dedikatif, bertanggung jawab, dan suka bekerja
keras.Meneruskan perbaikan kualitas guru, dosen serta peneliti agar menjadi
pilar pendidikan yang mencerdaskan bangsa, mampu menciptakan lingkungan yang
inovatif, serta mampu menularkan kualitas intelektual yang tinggi, bermutu, dan
terus berkembang kepada anak didiknya.
Selain program
sertifikasi guru untuk menjaga mutu, juga akan ditingkatkan program pendidikan
dan pelatihan bagi para guru termasuk program pendidikan bergelar bagi para
guru agar sesuai dengan bidang pelajaran yang diajarkan dan semakin bermutu
dalam memberikan pengajaran pada siswa.
Memperbaiki
remunerasi guru dan melanjutkan upaya perbaikan penghasilan kepada guru, dosen,
dan para peneliti.Memperluas penerapan dari kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) untuk mendukung kinerja penyelenggaraan pembangunan di bidang
pendidikan.Mendorong partisipasi masyarakat (terutama orang tua murid) dalam
menciptakan kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan sesuai
dengan aspirasi dan tantangan jaman saat ini dan kedepan.
Mengurangi
kesenjangan dalam akses pendidikan dan kualitas pendidikan, baik pada keluarga
berpenghasilan rendah maupun daerah yang tertinggal.Pemberiaan program beasiswa
serta pelaksanaan dan perluasan Program Keluarga Harapan (PKH), serta
memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga miskin dengan syarat mereka
mengirimkan anaknya ke bangku sekolah.
B.
Keberhasilan SBY selama memerintah pada bidang Ekonomi
Saat membuka Rapat Kerja tentang
Pelaksanaan Program Pembangunan 2011 di Jakarta Convention Center, Senin
(10/1/2011), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan mantap memaparkan
10 capaian (keberhasilan pemerintah pada tahun 2010 tersebut.
1.
Ekonomi terus tumbuh dan berkembang dengan fundamental yang
semakin kuat pada 2010. Hal ini, antara lain, tercermin dengan indeks harga
saham gabungan Indonesia yang terus membaik, daya saing Indonesia di tingkat
dunia yang tinggi, nilai ekspor, investasi, dan cadangan devisa yang terus
membaik.
2.
Sejumlah indikator kesejahteraan rakyat mengalami kemajuan
penting. Dunia memberikan penilaian pada Top Ten Movers, istilahnya prestasi
Indonesia dan 9 negara yang lain di bidang pendidikan, kesehatan, dan
peningkatan penghasilan penduduk kita.
3.
Stabilitas politik terjaga dan kehidupan demokrasi makin
berkembang. Check and balances antara pemerintah pusat, DPR dan DPRD, berjalan
dengan baik. Pelaksanaan pemilu juga prinsipnya berjalan dengan lancar.
4.
Pemberantasan korupsi dan penegakan hukum, mencatat sejumlah
prestasi. Begitu pula dengan pemberantasan terorisme dan narkoba.
5.
Terjaga baiknya keamanan dalam negeri walaupun masih
terdapat konflik masyarakat dalam skala kecil.
6.
Proses perbaikan iklim investasi dan pelayanan publik di
banyak daerah. Hambatan birokrasi dan iklim investasi serta pelayanan publik di
banyak daerah mengalami kemajuan.
7.
Angka kemiskinan dan pengangguran terus ditekan meskipun
tetap rawan dengan gejolak perekonomian Indonesia. Presiden meminta pemerintah
tetap cekatan dan memiliki rencana darurat.“Meskipun, dengarkan kata-kata saya,
meskipun bisa kita turunkan kemiskinan dan pengangguran, tetapi tetap rawan
terhadap gejolak perekonomian dunia.Jangan terlambat kita mengantisipasinya,
jangan kita tidak punya rencana kontigensi, dan jangan pula kita tidak cekatan
memecahkan masalah bilamana dampak dari krisis global itu terjadi,” kata
Presiden.
8.
Beberapa indikator ekonomi penting Indonesia mencatat rekor
baru dalam sejarah, seperti income perkapita sekarang sudah tembus 3 ribu dolar
AS, lima tahun lalu masih 1.186 dolar AS. Cadangan devisa dulu 36 miliar dolar
AS, sekarang 96 miliar hampir 100 miliar dolar AS. Kenaikan IHSG (Indeks Harga
Saham Gabungan) yang tertinggi di dunia, naik 46 perssen.Pendapatan domestik
bruto kita meningkat dan Indonesia kini peringkat 16 ekonomi di dunia.
9.
Makin baiknya upaya pengembangan koperasi usaha kecil dan
menengah, termasuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)Sedangkan Direktur
Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Bappenas Rahma Iryanti di
Jakarta, Kamis (7/01/2011) mengungkapkan angka pengangguran 2010 diprediksi
turun menjadi 7,6 persen dari kisaran 7,87 persen tahun lalu. Penurunan
tersebut seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian.
10.
Indonesia makin berperan dalam hubungan internasional, makin
nyata peran kita, baik dalam mengatasi krisis ekonomi global, dalam hubungan
G20, APEC, East Asia Summit, ASEAN, G8 plus, dan pemeliharan perdamaian dunia.
“Kita aktif sekali dalam menjaga ketertiban dan perdamaian dunia dan juga kerja
sama mengatasi perubahan iklim,” tegas Presiden, sebagaimana dipublikasikan
juga di situs resmi Presiden SBY (presidensby.info)
Rahma Iryanti mengatakan, kondisi
ketenagakerjaan saat ini sudah menunjukkan perbaikan. Jumlah pengangguran
terbuka menurun dari 11,90 juta (11,24 persen) pada 2005 menjadi 8,96 juta
(7,87 persen) pada 2009. Sementara kesempatan kerja yang tersedia selama
2005-2009 tumbuh sebesar rata-rata 2,78 persen per tahun atau bertambah 10,91
juta orang. Menurutnya, bertambahnya jumlah kesempatan kerja di 2010 tidak
dapat dilepaskan dari kondisi perekonomian yang menunjukkan angka pertumbuhan
di atas 6 persen pada periode 2007-2008.Masing-masing sektor ekonomi memiliki
tingkat sensitivitas yang berbeda dalam hal serapan tenaga kerja.Disebutkan, antara
periode 2005-2009 sektor jasa kemasyarakatan memiliki angka elastisitas yang
paling tinggi.
Ditegaskan, sektor yang diharapkan
dapat menciptakan kesempatan kerja yang besar adalah dari sektor industri.
Karena 60,0 persen tenaga kerja Indonesia berada pada lapangan kerja formal.
Perkembangan sektor pekerja formal dari tahun ke tahun tumbuh dengan
baik.Misalnya, pada 2005 pekerja di bidang pertanian mencapai 2,9 juta,
industri 7,9 juta, dan jasa 17,8 juta orang. Sedangkan pada 2009 mengalami
perubahan pada sektor pertanian sebesar 3,2 juta, sektor industri 7,5 juta,dan
jasa 21,2 juta. “Saya cukup optimistis tahun ini kita bisa mencapai target
pengurangan jumlah pengangguran menjadi 7,6 persen,” katanya.
C.
Penyebab Keberhasilan Presiden SBY
Salah satu
penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan
pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang
Negara.Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan
yang signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun
masalah-masalah besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makroekonomi
yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh.
Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota
besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak
warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa Indonesia masih memerlukan
banyak perbaikan. Namun apa yang telah dicapai selama ini merupakan hasil dari
visi dan perencanaan pemerintahan SBY.
II.
Krisis Ekonomi Masa Pemerintahan Joko Widodo
Demonstrasi dan protes meruak ke
arah Jokowi, sebagian besar pendemo malah mendesaknya pulang ke Solo
karena gagal dan memalukan warga Solo. Indonesia dibayangi krisis ekonomi
warisan eras SBY ,dan suasananya mirip menjelang krisis moneter 1997,
utang swasta saat ini kebanyakan berjangka pendek dan tanpa lindung-nilai.
Banyak pula dari utang tersebut dipakai membiayai proyek jangka panjang.Para
oligarki kelilingi Jokowi.Sampai menjelang krismon 1997, kinerja
lembaga-lembaga keuangan Indonesia sangat kinclong.Asetnya melejit sangat
cepat, demikian pula keuntungannya.Para konglomerat pemilik bank pun tampak
sangat percaya diri dalam melakukan ekspansi bisnis di segala sektor.
Ketika itu Indonesia seolah tinggal selangkah menjadi
negara makmur.Tapi semua itu mulai berantakan pada Agustus 1997, ketika rupiah
mulai terjun bebas terhadap dollar AS.Kredit macet dan harga-harga barang
langsung melambung.Rakyat pun mengamuk.Demikian hebatnya amuk rakyat ketika
itu, tentara yang biasanya sangat ampuh menghadapi kerusuhan tak berdaya.
Akhirnya, ketika kobaran api dan kematian makin merebak di berbagai kota,
Suharto menyatakan mundur sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998.
Mirip menjelang Krismon 1997, data
BI sampai awal 2015 menunjukkan utang luar negeri swasta lebih besar ketimbang
pemerintah, yaitu US$ 192 miliar berbanding US$ 136 miliar. Sama seperti dulu,
kebanyakan utang swasta, menurut data BI sekarang, bersifat jangka pendek dan
tanpa lindung-nilai.Celakanya, tak sedikit dari utang Valas tersebut dipakai
untuk membiayai proyek-proyek berjangka menengah atau panjang. Lebih
mengkhawatirkan lagi, hasil dari proyek-proyek tersebut berbentuk rupiah.Salah
satu paling berisiko adalah proyek-properti yang belakangan ini menjamur
dimana-mana.Hal ini tampak kasatmata dari pembangunan perumahan, mal,
superblock, dan sebagainya.Maka, seperti 1997, bila nanti rupiah jeblok
berkelanjutan, kredit macet bakal melesat dan banyak proyek berhenti di tengah
jalan. PHK massal pun tak terelakkan! Bisa dipastikan, lembaga-lembaga akan
mengalami kerugian besar bahkan bisa bangkrut lantaran tak sanggup menanggung
kredit macet. Dan pemerintah pun dihadapkan pada dua pilihan: mengambil langkah
penyelamatan dengan menalangi kredit macet para kreditor, atau membiarkan
kebangkrutan terjadi. Sejak kasus Bank Century, kedua pilihan mengandung resiko
berat.Seperti kasus Bank Century, menyelamatkan bisa membuat para pengambil
keputusan menjadi bulan-bulanan para politisi, bahkan bisa masuk penjara.Bila
memilih keputusan kedua, pada titik ekstrim, dunia keuangan bisa mengalami
kebangkrutan massal atau jatuh sepenuhnya ke tangan asing.
Berdasarkan kasus Bank Century itulah, Ketua umum
Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono, telah berulang
kali mengingatkan bahwa UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) harus segera
dibuat. Tanpa JPSK, menurut Sigit, ketika terjadi krisis keuangan tak ada pejabat
yang berani mengambil keputusan karena takut diadili secara politis dan pidana.
Sigit berharap agar UU JPSK mengatur
tentang definisi krisis, siapa yang berhak menentukan telah terjadi krisis, dan
apa yang bisa dilakukan oleh Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI),
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), atau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tapi Sigit
tentu juga harus realistis bahwa sekarang ini segala sesuatu bisa
dijungkirbalikkan, termasuk pasal-pasal hukum yang tersurat.Kini secara umum
lembaga keuangan, baik bank maupun yang non-bank, masih dalam kondisi
sehat.Hanya saja, sejumlah isyarat bahaya sudah bermunculan.Salah satunyanya
adalah anjloknya laba bank-bank swasta papan atas pada 2014. Laba perbankan
swasta dalam Top 10 bank terbesar di Indonesia, tahun lalu turun 7,06% dari Rp
28,12 triliun menjadi Rp 26,13 triliun.
Hanya dua bank swasta yang tahun
lalu mengalami kenaikan laba, yaitu BCA dengan perolehan Rp 16,49 triliun atau
naik 15,7% dari Rp 14,25 triliun; dan Bank Panin dengan pertumbuhan laba 4,42%
dari Rp 2,26 triliun menjadi Rp 2,36 triliun. Bank swasta lainnya, yaitu CIMB
Niaga labanya anjlok 59,13% menjadi Rp 2,34 triliun di akhir 2014; Bank Danamon
rontok 36% menjadi Rp 2,6 triliun; BII ambles 65% menjadi Rp 752 miliar; dan
Bank Permata turun 8,77% menjadi Rp 1,59 triliun.
Dalam Top 10 bank terbesar di
Indonesia itu, bank-Bank BUMN memang masih mencetak pertumbuhan laba. Total
laba yang dibukukan Mandiri, BRI, BNI dan BTN tahun lalu naik 12,07% menjadi Rp
56 triliun. Dengan rincian, laba BRI naik 14,35% menjadi Rp 24,2 triliun,
Mandiri naik 9,34% menjadi Rp 19,9 triliun, BNI naik 19,1% menjadi Rp 10,78
triliun. Satu-satunya bank milik pemerintah yang membukukan penurunan laba
adalah BTN , yaitu dari 1,56 triliun menjadi 1,12 triliun atau turun 28,59%.
Sementara itu merosotnya harga komoditas seperti minyak sawit, batubara dan
minyak telah mendorong OJK untuk mengingatkan para bankir agar waspada terhadap
bahaya kredit macet.Dengan alasan, rontoknya harga komoditas-komoditas tersebut
berdampak luas terhadap perekonomian nasional.Ini karena minyak kelapa sawit
dan batubara adalah komoditas unggulan Indonesia, dan minyak masih merupakan
sumber penghasilan penting bagi pemerintah.
OJK tak menginginkan apa yang
terjadi pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) merembet ke yang lain. Kemacetan KUR
tahun lalu mencapai 4,2%, padahal batas toleransi kredit macet adalah 5%.
Kenyataan ini membuat pemerintah memangkas KUR sebanyak 30% menjadi Rp 20
trilliun pada tahun ini.Agar tak kecolongan lagi, pemerintah juga tak lagi
menggunakan BPD sebagai penyalur KUR. Sekarang hanya BRI, BNI, dan Mandiri yang
diberi kepercayaan menyalurkan KUR .
Selain kerugian yang dialami Bank
terjadi juga penurunan nilai mata uang rupiah, nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat (AS) sempat menembus Rp 13.000/US$. Ini merupakan titik
terlemah sejak 17 tahun terakhir, alias sejak era krisis ekonomi 1998 (krisis
moneter/krismon).
Mulai dari Presiden Joko Widodo
(Jokowi) hingga sejumlah menteri menyatakan, pelemahan rupiah disebabkan oleh
faktor eksternal. Terutama karena mulai menguatnya perekonomian Amerika Serikat
(AS), setelah dilanda krisis hebat pada 2008 lalu.Kondisi ini membuat dolar AS
yang menyebar di negara-negara berkembang ‘pulang kampung’. Sehingga tak hanya
rupiah, tapi banyak mata uang di duna yang juga melemah terhadap dolar.Namun
analis asing punya pendapat lain soal pelemahan rupiah yang terjadi.
Berikut rangkumannya seperti
dikutip:
1.Akibat
Pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI)
Khoon Goh, Senior FX Strategy dari ANZ
mengatakan, pelemahan rupiah tidak lepas dari pernyataan Gubernur Bank
Indonesia (BI) Agus Martowardojo beberapa waktu lalu. Agus sempat menyebut,
bahwa tahun ini sepertinya inflasi Indonesia terkendali.Bahkan bukan tidak
mungkin. inflasi sepanjang 2014 hanya berada di kisaran 4%.Pasar mengartikan
ini sebagai sinyal, bahwa BI akan mulai mengendurkan kebijakan moneter. Salah
satunya adalah peluang penurunan suku bunga acuan atau BI Rate.Ketika suku
bunga semakin rendah, maka investasi di Indonesia sudah kurang menggiurkan.
Akibatnya terjadi arus modal keluar (capital outflow) yang membuat rupiah
melemah.“Sepertinya bank sentral mengizinkan rupiah melemah. Ini memicu lebih
banyak arus modal keluar,” tutur Goh seperti dikutip dari CNBC.Pada 17 Februari
2015, kala BI memangkas BI Rate dari 7,75% menjadi 7,5%, rupiah melemah sampai
0,56%.
2.
Pudarnya Jokowi Effect
Ada faktor lain yang menyebabkan
rupiah cenderung melemah. Pelaku pasar saat ini sudah mulai rasional, dan
sepertinya euforia terpilihnya Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden, atau
sering disebut Jokowi Effect, sudah memudar.“Euforia atas kemenangan Presiden
Joko Widodo tidak bertahan lama,” ujar Khoon Goh, Senior FX Strategy dari
ANZ.Pasca pemilihan presiden (pilpres) 9 Juli 2014, pasar keuangan Indonesia
menikmati ‘guyuran’ arus modal masuk (capital inflow). Rupiah pun menguat
hingga nyaris 5% selama periode 25 Juni hingga 23 Juli. Setelah itu, rupiah
cenderung melemah karena euforia Jokowi Effect sudah terkikis.Apalagi
fundamental ekonomi Indonesia masih perlu dibenahi, misalnya defisit transaksi
berjalan yang berada di kisaran 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).“Jadi arus
modal masuk itu tidak berkelanjutan,” kata Goh.
3.
Dolar Bisa Menyentuh Rp 13.250
Fundamental ekonomi Indonesia masih
perlu dibenahi, misalnya defisit transaksi berjalan yang berada di kisaran 3%
dari Produk Domestik Bruto (PDB).“Jadi arus modal masuk itu tidak
berkelanjutan,” kata Khoon Goh, Senior FX Strategy dari ANZ.Tidak hanya dari
dalam negeri, rupiah juga tertekan faktor eksternal karena dolar AS begitu
‘perkasa’ terhadap mata uang dunia.Ini ditunjukkan dengan Dollar Index
(perbandingan dolar AS dengan mata uang utama dunia) yang mencapai titik
tertinggi dalam 12 tahun terakhir.Oleh karena itu, Goh memperkirakan rupiah
masih bisa melemah lagi. Dia menilai pada akhir tahun rupiah akan berada di
posisi Rp 13.250/US$
Kesimpulan
Pada
masa pemerintahan Presiden Susilo BambangYudhoyono, terjadi banyak kemajuan di
berbagai bidang.Hal ini di karenakan kemajuan teknologi dan kebebasan
berpendapat.Namun, terdapat beberapa kemunduran juga.Kita tidak dapat melihat
kesuksesan suatu pemerintahan hanya dengan satu pandangan.Kita harus memandang
dari berbagai sisi.Jika dibandingkan dengan pemerintahan pada masa Orde Baru,
memang dalam beberapa bidang terlihat kemunduran.Tetapi bisa saja hal ini
dikarenakan pada masa Orde Baru kebebasan pers dikekang sehingga bagian buruk
pada Orde Baru tidak terlihat.Dimasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono,
musyawarah mufakat diutamakan.Sehingga pengambilan kebijakan terkesan
lambat.Meski begitu, musyawara hmufaka tini dilakukan untuk kepentingan
bersama.Sehingga dapat dikatakan, pada masa pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono telah cukup berkembang dibandingkan masa-masa sebelumnya dalam hal
demokrasi.
Note: Artikel ini adalah tugas kelompok mata kuliah perekonomian indonesia
Referensi